Fathonahartinya cerdas. Dalilnya adalah, jika para rasul tidak memiliki sifat cerdas, bagaimana mungkin mereka mampu membangun argumentasi terhadap orang-orang yang menentangnya. Maka, mustahil bagi rasul bersifat bodoh. Rasul memiliki kecerdasan yang tinggi dalam memberikan jalan tengah di antara kaumnya yang berselisih. Penelitianini ada beberapa aspek yang terdapat dalam Al-Quran surah Luqman ayat 12-19 yang bersumber dari 3 tafsir, dari ketiga tafsir tersebut, ayat yang memiliki aspek kecerdasan spiritual terdapat pada ayat 12,13,15,16,17 dan ayat yang memiliki aspek kecerdasan emosional terdapat pada ayat 14, 17, 18, dan 19. Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd. ArticlePDF AvailableAbstractThe research study carried out was literature where the results of the research carried out contained several findings in the study, including; First, Humans were created by Allah SWT in a perfect form which makes it different from other creatures. Second, the human mind is a gift from Allah SWT, which is used to think, understand, be able to understand something, from within the human being himself, so that humans have the readiness to absorb everything. Third, religion is a matter of reason and its use must be in accordance with the provisions and limits that have been set and not result in absolute and absolute thinking that can harm humans themselves. Fourth, human intelligence is described through the ability of humans themselves to be able to restrain their lusts, those who do the most charity to remember death and the best in preparing provisions to face life after death. Fifth, in the context of human life today, the intelligence referred to includes intelligence IQ Intellegence Quotient, EQ Emotional Quotient, and SQ Spiritual Quotient and there are even other intelligences as part of one's potential that must always be honed and developed. Sixth, the function of reason which is accompanied by good intelligence in Islamic education, with the concepts of tadhakkur, tadabbur, tafakkur and has knowledge and faith, has a very important role in realizing quality Islamic education. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. MUSHAF JOURNAL Jurnal Ilmu Al Quran dan Hadis Vol. 1 No. 1 Desember 2021, page 103-118 103 AKAL DAN KECERDASAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS Muhammad Isnaini Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, Indonesia Corresponding author email muh240971isnaini Iskandar Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda Email abusyla Abstract The research study carried out was literature where the results of the research carried out contained several findings in the study, including; First, Humans were created by Allah SWT in a perfect form which makes it different from other creatures. Second, the human mind is a gift from Allah SWT, which is used to think, understand, be able to understand something, from within the human being himself, so that humans have the readiness to absorb everything. Third, religion is a matter of reason and its use must be in accordance with the provisions and limits that have been set and not result in absolute and absolute thinking that can harm humans themselves. Fourth, human intelligence is described through the ability of humans themselves to be able to restrain their lusts, those who do the most charity to remember death and the best in preparing provisions to face life after death. Fifth, in the context of human life today, the intelligence referred to includes intelligence IQ Intellegence Quotient, EQ Emotional Quotient, and SQ Spiritual Quotient and there are even other intelligences as part of one's potential that must always be honed and developed. Sixth, the function of reason which is accompanied by good intelligence in Islamic education, with the concepts of tadhakkur, tadabbur, tafakkur and has knowledge and faith, has a very important role in realizing quality Islamic education. Keywords Intellect, Intelligence, Qur'an, Hadith. Abstrak Kajian penelitian yang dilakukan adalah literatur yang mana hasil dari penelitian yang dilakukan terdapat beberapa temuan dalam penelitian, diantarnaya; Pertama, Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk sempurna yang 104 menjadi pembeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Kedua, Akal manusia merupaka karunia dari Allah SWT, yang digunakan untuk berfikir, mengerti, dapat memahami sesuatu, dari dalam diri manusia itu sendiri, sehingga manusia memiliki kesiapan untuk menyerap segala sesuatunya. Ketiga, Agama adalah masalah akal dan penggunaannya haruslah sesuai dengan ketentuan dan batasan yang telah ditetapkan serta tidak mengakibatkan berfikir secara mutlak dan absolut yang dapat merugikan manusia itu sendiri. Keempat, Kecerdasan manusia digambarkan melalui kemampuan manusia itu sendiri yang dapat menahan hawa nafsunya, yang paling banyak beramal untuk mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Kelima, Dalam konteks kehidupan manusia saat ini, kecerdasan dimaksud diantaranya meliputi kecerdasan IQ Intellegence Quotient, EQ Emotional Quotient, dan SQ Spiritual Quotient serta bahkan ada kecerdasan lainnya sebagai bagian dari potensi seseorang yang harus selalu diasah dan dikembangkan. Keenam, Fungi akal yang barengi dengan kecerdasan yang baik dalam pendidikan Islam, dengan konsep tadhakkur, tadabbur, tafakkur serta memiliki ilmu pengetahuan dan keimanan, memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan pendidikan Islam yang berkualitas. Kata Kunci Akal, Kecerdasan, Al Qur’an, Hadits. Pendah uluan Manusia merupakan makhluk Allah SWT yang diciptakan dalam keadaan sebaik-baiknya bentuk. Secara tegas al-qur’an menjelaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sempurna. Diciptakannya manusia dalam bentuk yang sempurna karena juga dilengkapi dengan akal dan kecerdasan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Dengan akal dan kecerdasan manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dengan akal dan kecerdasan manusia dapat mendesain segala sesuatu sesuai dengan apa telah menjadi tuntunan Tuhan. Dengan adanya anugerah akal dan kecerdasan inilah yang membedakan manusia dengan makhluk-makhluk lainnya. Islam adalah agama yang menghargai akal, dalam Islam agama dan akal buat pertama kalinya menjalin hubungan persaudaraan. Di dalam persaudaraan itu, akal menjadi tulang punggung agama yang terkuat dan wahyu sendinya yang terutama. Antara akal dan wahyu tidak bisa ada pertentangan. Mungkin agama membawa sesuatu yang di luar kemampuan manusia memahaminya, tetapi tidak mungkin membawa yang mustahil menurut akal Muhammad Abduh, 1993. Allah SWT memberikan nikmat akal kepada manusia sehingga mengangkat derajatnya kepada tingkat berketuhanan dan kesanggupan untuk mengetahui dan memahami tentang Rabbnya. Ini merupakan nikmat dan kemuliaan tertinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Selanjutnya 105 Allah menambahkan fitrah bagi manusia yang sesuai dengan apa yang dibawa para rasul, seperti wahyu dan agama yang disyariatkan Allah bagi manusia Rabi’ bin Hadi, 2002. Allah SWT memberikan akal kepada manusia yang dilengkapi juga dengan kecerdasan yang bertujuan untuk dapat menjawab semua permasalahan yang dihadapi manusia. Setiap manusia diberikan anugerah akal yang dilengkapi dengan kecerdasan oleh Allah SWT untuk mengelola kehidupan sesuai dengan apa yang telah menjadi tuntunan Tuhan. Sejak awal penciptaannya manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan dan kekurangan yang diberikan oleh Allah SWT untuk menjadi khalifah fil ardhi dalam menata kehidupan. Rasulullah SAW dalam penjelasannya terkait dengan akal sangat menjunjung tinggi akal, sampai-sampai dikatakan bahwa seseorang dianggap tidak beragama manakala tidak memiliki akal di dalamnya. Demikian pula dengan kecerdasan, Rasulullah SAW juga memberikan penegasan bahwa orang yang cerdas adalah orang yang bisa menahan hawa nafsunya, yang paling banyak beramal untuk mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Dalam konteks kehidupan manusia saat ini, kecerdasan dimaksud diantaranya meliputi kecerdasan IQ Intellegence Quotient, EQ Emotional Quotient, dan SQ Spiritual Quotient serta bahkan ada kecerdasan lainnya sebagai bagian dari potensi seseorang yang harus selalu diasah dan dikembangkan. Hasil dan Pembahasa n Pengertian akal dan kecerd asa n Akal berasal dari bahasa Arab dari kataaql  yang berarti akal, fikiran. A. W. Munawwir, Kamus 1997. Dalam bahasa Indonesia, akal berarti alat berpikir, daya pikir untuk mengerti, pikiran, ingatan. W. J. S. Poerwadarminta, 2007. Akal juga berarti daya pikir untuk memahami sesuatu, dsb, jalan atau cara melakukansesuatu, daya upaya Tim Redaksi, 2005. Dalam Lisan al-Arab disebutkan bahwa al-aql berarti al-bijr yang berarti menahan dan mengekang hawa nafsu. Seterusnya diterangkan bahwa al-aql mengandung arti kebijaksanaan al-nuba, lawan dari lemah fikiran albumq. Al-aql juga mengandung arti qalbu al-qalb, yang berarti memahami A. W. Munawwir, 1997. Akal adalah daya pikir dalam diri manusia dan salah satu daya jiwa yang mengandung arti berfikir, memahami, dan mengerti Tim Penyusun, 2005 Kata aql sebagai mashdar kata benda dari aqala tidak didapat dalam Alquran, akan tetapi bentukan dari kataaqalatersebut dalam bentuk fiil mudhâri` kata kerja sebanyak 49 kali dan tersebar dalam berbagai surah dalam al-Qur`an. Kata-kata tersebut misalnya; ta`qilȗn al-Baqarah 44, ya`qilȗn al-Furqan 44 dan Yâsîn 68, na`qilu alMulk 10, ya`qiluha al-`Ankabȗt 43, `aqaluhu al-Baqarah 2. Disamping kata `aqala, al-Qur`an juga menggunakan 106 kata-kata yang menunjukkan arti berfikir, seperti nazhara melihat secara abstrak/berfikir, tafakkara berarti berfikir, Faqiha memahami, tadabbara memahami dan tazdakkara mengingat Tim Penyusun, 2005. Menurut Imam al-Ghazali akal memiliki empat pengertian, seharusnya tidak diberikan satu definisi saja untuknya tetapi untuk setiap pengertian ada definisi masing-masing. Adapun pengertian-pengertian tersebut adalah, Pertama, akal adalah suatu sifat yang membedakan manusia dengan binatang, dan merupakan potensi yang dapat menerima dan memahami pengetahuan-pengetahuan yang berdasarkan pemikiran, dan akal mampu menghasilkan produk-produk pemikiran yang canggih. Mengutip pendapat al-Harits bin Asad Al-Muhasibi ketika membuat definisi tentang akal, bahwa “Akal adalah suatu gharizah naluri asli manusia yang menyebabkan manusia memiliki potensi untuk menyerap berbagai pengetahuan yang berdasarkan pikiran. Akal ibarat cahaya yang dimasukkan ke dalam hati, sehingga manusia memiliki kesiapan untuk mencerap segala sesuatunya Imam al-Ghazali, 1996. Kedua, yang dimaksud dengan akal adalah pengetahuan-pengetahuan yang telah tersimpan dalam diri anak yang mumayyiz. Seperti tentang kemungkinan terjadinya segala sesuatu yang mungkin terjadi, dan kemustahilan terjadinya segala sesuatu yang mustahil. Misalnya, pengetahuan bahwa dua lebih banyak daripada satu. Atau bahwa seseorang tidak mungkin berada di dua tempat sekaligus dalam waktu yang bersamaan Imam al-Ghazali, 1996. Ketiga, menurut pengertian ini, yang disebut akal adalah pengetahuan-pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman tentang berbagai peristiwa dalam perjalanan hidup ini. Orang yang pikirannya tajam karena telah diasah’ oleh berbagai pengalaman hidup dan memiliki wawasan luas, biasanya disebut âqil orang berakal. Sedangkan orang yang tidak memiliki sifat-sifat seperti itu, biasanya disebut bebal atau dungu atau tidak berakal. Dengan demikian, hal ini merupakan jenis lain dari pengetahuan-pengetahuan yang juga disebut akal. Keempat, bahwa apabila gharizah seperti itu telah menguat dalam diri manusia, sehingga ia mampu memperhitungkan akibat-akibat yang akan timbul dari segala sesuatunya, dan mampu menundukkan serta mengalahkan hawa nafsu yang mengajak kepada kesenangan yang segera, maka ketika itu ia disebut orang berakal Imam al-Ghazali, 1996. Manusia berdasarkan akalnya dapat dibagi kepada empat tingkatan, yaitu, pertama, manusia yang mampu memahami kekuasaan dan kemampuan Allah juga tentang janji dan ancamannya. Kedua, Manusia yang dapat memahami semua kebesaran dan kebenaran Tuhan, tetapi mereka menentangnya demi merenggut kenikmatan dunia. Ketiga, manusia yang mengingkari kebenaran dan tidak bersedia mendekatinya. Mereka menentang kebenaran tersebut, bahkan mengira berada di pihak yang benar padahal mereka berada di ujung kesesatan. Keempat, adalah manusia yang sanggup memahami kebesaran Tuhan sebagai Zat Yang Maha Tunggal dalam mengelola alam raya ini. Golongan ini meyakini 107 bahwa keberhasilan hidup hanya dapat dicapai dengan berpegang teguh pada keimanan terhadap-Nya Nash Hamid Abu Zaid, 2003. Dari beberapa penjelasan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa akal merupakan pemikiran, mengerti, dapat memahami sesuatu, dalam diri manusia, sehingga manusia memiliki kesiapan untuk menyerap segala sesuatunya. Pengertian Kecerdasan Kecerdasan berasal dari kata cerdas yang berarti pintar dan cerdik, cepat tanggap dalam menghadapi masalah dan cepat mengerti jika mendengar keterangan. Kecerdasan adalah kesempurnaan perkembangan akal budi. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dalam hal ini adalah masalah yang menuntut kemampuan fikiran Daryanto, 2006. Macam-macam kecerdasan menurut para ahli psikologi di dunia menyimpulkan terkait dengan pemetaan kecerdasan quotient mapping seseorang, dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan ini merupakan kecerdasan personal yang melekat pada pribadi seseorang Rustam Hanafi. Akal dan Kecerdasan dalam Perspektif Al-quran dan Hadits Dalam Al-quran, kata aql akal tidak ditemukan dalam bentuk mashdarnya, yang ada hanyalah dalam bentuk kata kerja, masa kini dan masa lampau. Secara bahasa, `aql berarti tali pengikat, penghalang. Al-qur’an sendiri menggunakannya bagi sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang terjerumus dalam kesalahan atau dosa. Dari konteks ayat-ayat yang menggunakan kata `aql dapat dipahami bahwa ia antara lain mencakup makna, pertama Daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, M. Quraish Shihab, 2005 sebagaimana firman-Nya yang artinya Demikian itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami berikan kepada manusia, tetapi tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang alim berpengetahuan. al-`Ankabut 43. Daya yang dimiliki manusia dalam hal ini berbeda-beda. Hal ini diisyaratakan al-qur`an antara lain dalam ayat-ayat yang berbicara tentang kejadian langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang dan lain-lain. Ada yang dinyatakan sebagai buktibukti keesaan Allah. Bagi orang-orang yang berakal, Q. S. al-Baqarah 164 dan ada juga kata Ulil al-Bâb yang juga dengan makna sama, tetapi mengandung pengertian lebih tajam dari sekedar memiliki pengetahuan. Keanekaragaman akal dalam konteks menarik makna menyimpulkannya terlihat juga dari penggunaan istilah-istilah seperti nazhara, tafakkur, tadabbur, dan sebagainya yang semuanya mengandung makna mengantar kepada pengertian dan kemampuan pemahaman. Kedua, bermakna dorongan moral, M. Quraish Shihab, 2005 sebagaimana firman-Nya yang 108 artinya ... dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang benar M. Quraish Shihab, 2005. Demikian itu diwasiatkan Tuhan kepadamu semoga kamu memiliki dorongan moral untuk meninggalkannya. Q. S. al-An`am 151. Ketiga, Daya untuk mengambil pelajaran dan kesimpulan serta hikmah. Untuk maksud ini biasanya digunakan kata rusyd. Daya ini menggabungkan kedua daya di atas, sehingga ia mengandung daya memahami, daya menganalisis dan menyimpulkan serta dorongan moral yang disertai dengan kematangan berfikir. Seseorang yang yang memiliki dorongan moral, boleh jadi tidak memiliki daya nalar yang kuat dan boleh jadi pula seseorang yang memiliki daya pikir yang kuat, tidak memiliki dorongan moral, tetapi seseorang yang memiliki rusyd, maka dia telah menggabungkan kedua keistimewaan tersebut. Dari sini dapat dimengerti mengapa penghuni neraka di hari kemudian berkata “ Seandainya kami mendengar dan berakal maka pasti kami tidak termasuk penghuni neraka.” Q. S al-Mulk 10. Kata al-`aql dalam Alquran juga bermakna intelellect. Dalam penggunaannya kata al-`aql mengandung pengertian kemampuan berpikir atau menggunakan nalar. Kata ini telah terserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu kata akal. Dalam perkembangannya orang yang memiliki kemampuan berpikir dan nalar sangat tinggi, serta menguasasi suatu pengetahuan tertentu secara sistematis lazim disebut pakar. Seorang pakar belum tentu seorang sarjana. Kata intelektual yang artinya sebanding dengan ulu al-bâb adalah orang yang memiliki dan menggunakan daya intelek pikiran untuk bekerja atau melakukan kegiatannya. Biasanya intelektual adalah orang yang berpendidikan akademis M. Dawam Rahardjo, 2002. Secara harfiah, intelektual adalah orang yang memiliki intelek yang kuat atau intelegensi yang tinggi. Intelegensi adalah kemampuan kognitif atau kemampuan memahami yang dimiliki seseorang untuk berfikir dan bertindak rasional atau berdasar nalar. Kemampuan tersebut bisa diperoleh karena keturunan atau bakat yang ada pada seseorang dari faktor biologisnya, tetapi bisa pula diperoleh sebagai hasil pengalaman lingkungan dan sosialisasi berdasarkan penerimaan norma-norma yang baik-buruk dan benar-salah menurut masyarakat M. Dawam Rahardjo, 2002. Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa akal yang berasal dari kata aql merupakan daya untuk memahami dan menggambarkan sesuatu, memiliki dorongan moral, serta memiliki daya untuk mengambil pelajaran dan hikmah. Akal dalam perspektif hadits Terkait dengan hadits Nabi, tentunya banyak uraian mengenai akal, khususnya bila dikaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Berikut ini beberapa hadits Nabi yang mengulas mengenai akal serta berbagai fungsinya. “Sesungguhnya yang pertama-tama Allâh ciptakan adalah akal. Allâh berkata kepadanya, datang menghadaplah!’. Maka iapun datang menghadap. Allâh berkata 109 kepadanya, mundurlah ke belakang!’. Maka iapun mundur ke belakang. Lalu Allâh berfirman, Demi kemuliaan-Kû, Akû tidaklah menciptakan makhluk yang lebih mulia darimu atas-Kû. Dengan sebabmulah Akû menyiksa, dengan sebabmulah Akû memberi, bagimulah pahala dan atasmulah hukuman.” Dalam hadits, Rasulullah SAW menjunjung tinggi akal sampai-sampai dikatakan bahwa seseorang dianggap tidak beragama manakala tidak memiliki akal di dalamnya. Nabi Muhammad SAW bersabda, sebagaimana diuraikan di dalam Kitab Ihya Ulum al-Din, bahwa “orang alim itu adalah orang kepercayaan Allah di bumi-Nya” lebih dari itu “pada hari kiamat nanti yang memberi syafaat adalah nabi-nabi, para ulama kemudian para syuhada.” Imam al-Ghozali, 1986. Islam sangat peduli dengan potensi akal pikiran manusia. Berkali-kali Allah SWT menyebutkan perihal akal, orang yang berakal, serta penggunaan akal pikiran. Misalnya saja kalimat “afala ta’qilun”, “afala tatadabbarun”, dan sebagainya. Demikian pula di dalam hadis, banyak ditemukan isyarat pentingnya akal dalam beragama. Rasulullah SAW menegaskan bahwa akal merupakan substansi agama.  󰆶󰑃󰆹󰒟󰇼󰋅󰐃󰞱󰈉 󰆵󰑸󰆶󰑐 󰆶󰐑󰆹󰎞󰆵󰍜󰞵󰐃󰈉 , 󰆹󰑃󰆵󰐜󰆵󰑧 󰆵󰑃󰆹󰒟󰆷󰊶󰆵󰡜 󰆶󰑘󰞱󰐃 󰆵󰡜 󰆵󰐑󰆹󰎞󰆵󰍔 󰆶󰑘󰞱󰐃 “Agama adalah akal pikiran, barangsiapa yang tidak ada agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. HR. An-Nasa`i. Hadits tersebut secara tersirat menjelaskan betapa urgen dan vitalnya akal bagi seorang yang beragama. Sehingga seorang yang tidak beragama maka sesungguhnya ia tidak berakal. Agama sesuai dengan akal sehat. Perintah, anjuran, suruhan, dan kewajiban agama relevan dengan pemikiran manusia yang sehat dan normal. Demikian pula hal-hal yang menjadi larangan, bertentangan dengan akal sehat. Karena itu, orang yang tidak beragama, sama artinya dengan orang yang tidak memiliki akal pikiran yang sehat dan normal. Itulah sebabnya, seseorang yang tidak memiliki akal sehat, tidak muakllaf, sama dengan anak-anak atau bayi yang belum tahu dan bisa membedakan baik dan buruk, sebagai fungsi dari akalnya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa agama adalah masalah akal dan penggunaannya haruslah sesuai dengan ketentuan dan batasan yang telah ditetapkan serta tidak mengakibatkan berfikir secara mutlak dan absolut yang dapat merugikan manusia itu sendiri. 110 Kecerdasan dalam perspektif al-quran Apabila kita meneliti ayat-ayat al-Quran, kata-kata yang memiliki arti kecerdasan, sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut di atas, yaitu al-Fathanah, adz-dzaka’, al-hadzaqah, an-nubl, an-najabah, dan al-kayyis tidak digunakan oleh al-Quran. Definisi kecerdasan secara jelas juga tidak ditemukan, tetapi melalui kat-kata yang digunakan oleh al-Qur’an dapat disimpulkan makna kecerdasan. Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan kata al-aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun. Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan kata afala ta’qilun “apakah kamu tidak menggunakan akalmu”. Dengan demikian kecerdasan menurut al-Qur’an diukur dengan penggunaan akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain. Kata-kata yang memiliki makna yang dekat mirip dengan kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah; Al–Aql, yang berarti an-Nuha kepandaian, kecerdasan. Akal memiliki makna menahan, karena memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya. Kata aql tidak pernah disebut sebagai nomina ism, tapi selalu dalam bentuk kata kerja fi’l. Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata aql berjumlah 49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk fi’l madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata aql, dipahami bahwa al-qur’an sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i Khithab hukum Allah hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi lain penggunaan kata yang seasal dengan aql tidak berbentuk nomina ism tapi berbentuk kata kerja fi’l menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-qur’an mendorong dan menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sternberg yang dikutip oleh Agus Efendi, “Tes IQ sesungguhnya bukan pada seberapa banyak kecerdasan yang anda miliki dalam otak anda. Akan tetapi bagaimana anda menggunakan kecerdasan yang harus anda buat menjadi dunia yang lebih baik bagi diri anda sendiri, dan orang lain.” Kecerdasan lebih merupakan sesuatu yang anda gunakan. Itulah yang dimaksud dengan kecerdasan majemuk sebagaimana disampaikan oleh Horward Gordner, kecerdasan yang mencakup banyak aspek kehidupan, bukan kecerdasan intelektual semata. 111 Bentuk dari kata aql yang dirangkaikan dalam sebuah kalimat pertanyaan, seperti afala ta’qilun apakah kamu tidak menggunakan akalmu terdapat 13 buah di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan. Al-Lubb atau al-Labib, yang berarti al-aql atau al-aqil, dan al-labib sama dengan al-aql. Di dalam al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal. Al-bashar, yang berarti indra penglihatan, juga berarti ilmu. Di dalam Kamus Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah memiliki ma’na sama dengan al-fithnah kecerdasan dan al-hujjah argumentasi. Al-Jurjani mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya kesucian, sehingga dapat melihat hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli hikmah menamakannya dengan ; al-aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah al-qudsiyyah kecerdasan bepikir dan kekuatan suci atau ilahi. Abu Hilal al-Askari membedakan antara al-bashirah dan al-ilm ilmu, bahwa al-bashirah adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan. Di dalam al-Quran, kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah 53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat, yaitu pada surah Yusuf 108 dan al-qiyamah 14. sedangkan kata bashair yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf 108, al-Baghawi dan Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah. Kata al-abshar yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului kata ulu mempunyai, ya’ni Surah Ali Imran 13, an-Nur 44, dan al-Hasyr 2. An-Nuha, maknanya sama dengan al-aql, dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat, keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli pemilik. Al-fiqh yang berarti pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja fi’l mudhari’, hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan 112 pemahaman itu seharusnya dilakukan secara terus menerus. Kata al-fiqh juga berarti al-fithnah kecerdasan. Al-Fikr, yang artinya berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja fi’l, hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir 18. Al-Jurjani mendefinisikan, at-tafakkur adalah pengerahan hati kepada makna sesuatu untuk menemukan sesuatu yang dicari, sebagai lentera hati yang dengannya dapat mengetahui kebaikan dan keburukan. An-nazhar yang memiliki makna melihat secara abstrak berpikir, Di dalam kamus Taj al-Arus disebutkan termasuk makna an-nazhar adalah menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar mengambil pelajaran, at-taammul berpikir, al-bahts meneliti. Untuk membedakan antara an-nazhar dan al-Ru’yah, Abu Hilal al-Askari memberikan definisi bahwa al-nazhar adalah mencari petunjuk, juga berarti melihat dengan hati. Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120 ayat At-tadabbur yang semakna dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat. Al-Jurjani memberikan definisi at-tadabbur, adalah berpikir tentang akibat suatu perkara, sedangkan at-tafakkur adalah pengerahan hati untuk berpikir tentang dalil petunjuk. Adz-dzikr yang berarti peringatan, nasehat, pelajaran. Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata, 37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti mengambil pelajaran. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan dalam perspektif al-qur’an memiliki beberapa makna yang dekat dengan arti kecerdasan, diantaranya al-aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kecerdasan dalam perspektif hadits Dari pandangan manusia, kecerdasan selalu berurusan dengan dunia. Hal ini tentunya berbeda dengan cara pandang Rasulullah SAW yang menyebutkan kalau orang yang memiliki kecerdasan adalah mereka yang selalu mengingat tentang kematian. Sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Umar RA, yakni "Manusia yang paling utama adalah manusia yang paling baik akhlaknya. Manusia yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat 113 kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang berakal." Penjelasan hadits tersebut adalah bagi mereka yang selalu mengingat kematian termasuk orang yang cerdas. Dikatakan cerdas karena mereka akan selalu memperbanyak amalan baik dan ibadah yang akan mengantarkan mereka ke surga. Disamping itu, mereka juga tidak hanya terpaku pada duniawi yang bersifat sementara. Bahkan, salah seorang sahabat Rasulullah SAW pun pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, siapa manusia yang paling cerdas ?" Rasulullah SAW menjawab  "Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah orang yang paling cerdas." HR Ibnu Majah, Thabrani, dan Al Haitsami. Dalam hadits lain Rasulullah SAW menjelaskan "Orang yang cerdas adalah yang menekan nafsunya dan beramal untuk kehidupan setelah kematian, sedangkan orang dungu adalah yang mengikuti hawa nafsunya dan mengangankan kepada Allah berbagai angan-angan.". HR At-Tirmidzi.        .    .    .                      .   .                     ».   .       “Siapa diantara orang mukmin yang terbaik ya Rasulullah ? ” Beliau menjawab ”yang paling baik akhlaknya”. Lalu ditanya lagi,”siapa yang paling cerdas”. Beliau menjawab,” yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap mempersiapkan setelah kematian, mereka yang sangat cerdas”. HR Ibnu Majah . 114 Rasulullah SAW juga menjelaskan "Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang yang cerdas." HR. At-Tirmidzi. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan dalam perspektif hadits adalah orang yang bisa menahan hawa nafsunya, paling banyak beramal untuk mengingat akan kematian dan paling siap dengan bekal setelah kematian. Fungsi Akal/Kecerdasan Dalam Pendidikan Islam Pendidikan merupakan “human investment” yang bisa dijadikan sebagai tatanan strategis untuk melahirkan generasi yang gemilang di masa mendatang. Pencaharian paradigma pendidikan Islam yang lebih baik akan menjadi tanggung jawab bersama terutama civitas akademika di era millenial sekarang ini. Peradaban masyarakat maju atau masyarakat madani civil society adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan sebagaimana tergambar pada masa kejayaan umat Islam sudah menjadi suatu keharusan bagi masyarakat Islam terutama yang hendak mengambil kembali masa-masa kejayaan. Untuk mengambil kembali masa kegemilangan maupun kecemerlangan dalam sejarah kemajuan umat islam maka sudah barang tentu pendidikan merupakan jawaban satusatunya yang dapat membangunkan tidur bagi para pencinta kemajuan karena pada dasarnya Islam adalah agama kemajuan dan ilmu pengetahuan.” Dengan demikian pendidikan Islam hendaknya diarahkan pada peran ganda baik sebagai tadhakkur dan tafakkur. Tadhakkur adalah bagian dari bagaimana pendidikan Islam dapat mengarahkan, merespons, menghargai serta mengkarakterisasi menuju kesempurnaan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan peran tafakkur dalam pendidikan Islam adalah sebagai sebuah alat kontrol bagaimana konsep tadhakkur berjalan sesuai dengan peran dan fungsinya. Hal ini menunjukkan bahwasannya peran pendidikan Islam sebagai sebuah paradigma tadhakkur harus senantiasa membumi dalam perilaku kehadupan sehari-hari.” Muhammad Mahfudz, 2006. Oleh karena itu pembentukan kepribadian menuju kesempurnaan nilai-nilai kemanusiaan maka harus senantiasa diarahkan pada nilai-nilai bawaan fitrah dengan mengacu pada konsep ta’alluq, takhalluq, dan tahakkuq. Ketiga konsep tersebut merupakan perpaduan di antara kecerdasan akal, hati, dan emosional. Keterpaduan dari ketiga pilar tersebut merupakan tangga untuk mencapai derajat tertinggi baik Akal Dalam Perspektif 15 Wasehudin 115 Pendidikan Islam Telaah Reflektif Filsafat Terhadap Ayat-Ayat Alquran dirinya sebagai hamba Allah abdullah maupun wakil Allah khalifatulah di muka bumi.” Ahmad Fadlali, 2009. Dari paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa fungi akal yang barengi dengan kecerdasan yang baik dalam pendidikan Islam, dengan konsep tadhakkur, tadabbur, tafakkur serta memiliki ilmu pengetahuan dan keimanan, memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan pendidikan Islam yang berkualitas. Kesimp ula n Dari beberapa pemaparan yang telah disampaikan diatas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut Pertama, Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk sempurna yang menjadi pembeda dengan makhluk-makhluk lainnya. Kedua, Akal manusia merupaka karunia dari Allah SWT, yang digunakan untuk berfikir, mengerti, dapat memahami sesuatu, dari dalam diri manusia itu sendiri, sehingga manusia memiliki kesiapan untuk menyerap segala sesuatunya. Ketiga, Agama adalah masalah akal dan penggunaannya haruslah sesuai dengan ketentuan dan batasan yang telah ditetapkan serta tidak mengakibatkan berfikir secara mutlak dan absolut yang dapat merugikan manusia itu sendiri. Keempat, Kecerdasan manusia digambarkan melalui kemampuan manusia itu sendiri yang dapat menahan hawa nafsunya, yang paling banyak beramal untuk mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Kelima, Dalam konteks kehidupan manusia saat ini, kecerdasan dimaksud diantaranya meliputi kecerdasan IQ Intellegence Quotient, EQ Emotional Quotient, dan SQ Spiritual Quotient serta bahkan ada kecerdasan lainnya sebagai bagian dari potensi seseorang yang harus selalu diasah dan dikembangkan. Keenam, Fungi akal yang barengi dengan kecerdasan yang baik dalam pendidikan Islam, dengan konsep tadhakkur, tadabbur, tafakkur serta memiliki ilmu pengetahuan dan keimanan, memiliki peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan pendidikan Islam yang berkualitas. Daftar Pusta ka Agus Nggermanto, Quantum Quotient Kecerdasan Quantum Bandung Nuansa, 2005. Ahmad Fadlali, Fitrah Akliyah Dalam Pendidikan Islam, Forum Tarbiyah Vol. 7 no. 2 Desember 2009. Ahmad Heriyanto, Hubungan Kecerdasan Emosional Dalam Meningkatkan Hafalan AlQur’an Surat An Naba’ Santri Kelas I A Madrasah Aliyah Palembang Skripsi, 2017. Akhmad Muhaimin Azzed, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Bagi Anak, Jogjakarta Ar-Ruzz Media, 2014. 116 Akhmeda Farkhaeni, Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Konsep Diri Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta Jakarta Skripsi, 2011. Arisha Yonna Tanu, Ikhlas Menurut Islam, Dalam Http//Apa Yang Dimaksud Dengan Ikhlas Menurut Para Ahli// Diakses Pada 12 Mei 2018 Pukul Wib Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan Spiritual ; Esq Jakarta Arga 2002. Ary Ginanjar Agustian, Esq Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan, Jakarta Arga, 2004. Ary Ginanjar Agustian, Esq The Esq Way 165 Berdasarkan 1 Ihsan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, Jakarta Arga, 2005. A. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya Pustaka progressif, 1997. Dakir Dan Sardimi, Pendidikan Islam Dan Esq Komparasiintregatif Upaya Menuju Stadium Insan Kamil, Semarang Rasail Media Group, 2011. Dana Frasetya, Hubungan Antara Tingkat Kecerdasan Intelektual Dan Status Sosial Ekonomi Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani Olahraga Dan Kesehatan Siswa Kelasvii Di Smp Negeri 4 Gamping Tahun Pelajaran 2014/2015, Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2015. Danah Zohar Dan Ian Marshall, Sq Kecerdasan Spiritual, Bandung Pt Mizan Pustaka, 2007. Daniel Goleman, Working With Emotional Inteligence, Terj. Alex Tri Kantjono Widodo, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2005. Daniel Goleman, Emosional Intelegence Mengapa Eq Lebih Penting Dari Pada Iq Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2007. Darudijo Rommel Jachja, Analisis Pengaruh Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Karyawan Studi Di Pt. Multiguna International Persada. Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya Apollo, 2006. Febri Sulistiya, Pengaruh Tingkat Kecerdasan Intelektual Dan Kecerdasan Emosional Terhadap Prestasi Belajar Pendidikan Jasmani, Olahraga Dan Kesehatan Pada Siswa Di Smpn 15 Yogyakarta, Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta, 2016. Hairul Anam Dkk, Pengaruh Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Spiritual Dan Kecerdasan Sosial Terhadap Pemahaman Akuntansi, Balikpapan Jurnal Sains Terapan. Harun Nasution, Muhammad Abduh, Baca pula Muhammad Abduh, Risalah al-Tawhid, Kairo Dar al-Manar, 1993. Imam al-Ghazali. Mukhtashar Ihya Ulumuddin Jakarta Pustaka Amani, 1986. 117 Imam al-Ghazali, Ilmu dalam Perspektif Tasawuf al-Ghazali, terj. Muhammad a-Baqir, Bandung karisma, 1996. Intan Purwasih, Pengaruh Intensitas Menghafal Al-Qur’an Terhadap Kecerdasan Spiritual Santri Salatiga Skripsi, 2011. Makmun Mubayidh, Ad-Dzaka’ Al Athifi Wa Ash Shihah Al Athifiyah, Terj. Muhammad Muhson Anasy, Kecerdasan & Kesehatan Emosional Anak, Jakarta Pustaka Al-Kautsar, 2006. Mimi Doe & Marsha Walch, 10 Prinsip Spiritual Parenting Bagaimana Menumbuhkan Dan Merawat Sukma Anak Anda. Bandung Kaifa, 2001. M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur`an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta Paramadina, 2002. Muhammad Mahfudz, Peran Akal Dalam Surat Ali Imran Ayat 190-191 dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam Semarang Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2006. M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur`an, Bandung Mizan, 2005. Nash Hamid Abu Zaid, Menalar Firman Tuhan, Wacana Majaz dalam al-Qur`an Menurut Mu`tazilah, terj. Abdurrahman Kasdi dan Hamka Hasan, Bandung Mizan, 2003. Prima Vidya Asteria, Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Melalui Pembelajaran Membaca Sastra, Malang Ub Press, 2014. Rabi’ bin Hadi “Umar Al-Madkhaly, Cara Para Nabi Berdakwah, terj. Muhtarudin Abrari, Tegal Maktabah Salafy Press, 2002. Rustam Hanafi, Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan Emosional Dan Performa Auditor, Semarang Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Rus’an, Spiritual Quotient Sq The Ultimate Intelligence, Palu Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 16 2013. Siti A. Toyibah Dkk, Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Kesejahteraan Psikologis Pada Mahasiswa Penghafal Alquran, Bandung Jurnal Psikologi Islam, Vol. 4, No. 2 2017. Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia, Mengapa Sq Lebih Penting Dari Pada Iq Dan Eq. Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2004. Steven S. Stein Dan Howard, The Edge Emotional And Your Succes, Terj. Trinada Rainy Ledakan Eq 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses, Bandung Kaifa, 2003. Syamsu Yusuf Dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Dan Konseling, Bandung Pt Remaja Rosdakarya, 2010. Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi III, Jakarta Balai Pustaka, 2005. Tim Penyusun, Ensiklopedi Islam, Jilid 1, Jakarta Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah Transendenta Intelegensi Membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab Profesional Dan Berakhlak, Jakarta Insani, 2001. Triantoro Safaria, Spiritual Intellegence Metode Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak, Jakarta Graha Ilmu, 2007. 118 Triantoro Safaria Dkk, Managemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, Jakarta Bumi Aksara, 2012. W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, edisi III Jakarta Balai Pustaka, 2007. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Wib Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan SpiritualTanu Arisha YonnaArisha Yonna Tanu, Ikhlas Menurut Islam, Dalam Http//Apa Yang Dimaksud Dengan Ikhlas Menurut Para Ahli// Diakses Pada 12 Mei 2018 Pukul Wib Ary Ginanjar Agustin, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional Dan Spiritual ; Esq Jakarta Arga 2002.Ary Ginanjar AgustianAry Ginanjar Agustian, Esq Power Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan, Jakarta Arga, 2004.Esq The Esq Way 165 Berdasarkan 1 Ihsan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun IslamAry Ginanjar AgustianAry Ginanjar Agustian, Esq The Esq Way 165 Berdasarkan 1 Ihsan 6 Rukun Iman Dan 5 Rukun Islam, Jakarta Arga, 2005.A W MunawwirA. W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Surabaya Pustaka progressif, 1997.Dan DakirSardimiDakir Dan Sardimi, Pendidikan Islam Dan Esq Komparasiintregatif Upaya Menuju Stadium Insan Kamil, Semarang Rasail Media Group, 2011.Danah Zohar Dan Ian MarshallDanah Zohar Dan Ian Marshall, Sq Kecerdasan Spiritual, Bandung Pt Mizan Pustaka, 2007.Working With Emotional InteligenceDaniel GolemanDaniel Goleman, Working With Emotional Inteligence, Terj. Alex Tri Kantjono Widodo, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi Jakarta Pt Gramedia Pustaka Utama, 2005.DaryantoDaryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya Apollo, 2006.Dawam RahardjoM. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur`an, Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-Konsep Kunci, Jakarta Paramadina, 2002.

ayat alquran tentang kecerdasan